small

Rabu, 27 November 2013

CINTAKU PALSU

CINTAKU PALSU
Rudi Setiawan

Cintaku pada-Mu seperti cendawan di musim penghujan
hanya tumbuh disaat aku butuh.
Rinduku pada-Mu penuh dengan kepalsuan
kusembunyikan dibalik topeng ketaatan
Kupuji diri-Mu dengan slogan-slogan kemunafikan
kupamerkan dengan sombong dan arogan
Kurayu diri-Mu dalam puisi-puisi palsu
kupahat pada dinding-dinding kosong jiwaku
Dengan bangga kusebut Kau sebagai kekasih
Tetapi aku memperlakukan-Mu seperti keranjang sampah
Tempat kubuang semua keluh kesah dan sumpah serapah

Wahai (yang kuanggap) Kekasih
Engkau tahu bahwa aku tak bisa bersungguh-sungguh mencinta-Mu
Engkau tahu bahwa aku hanya berpura-pura memuja-Mu
Engkau tahu bahwa dibalik sujudku tersimpan kepongahanku
Engkau tahu bahwa dalam persembahanku terselip racun kebencianku

Duhai (yang kupaksa) Kekasih
Saban hari Kau curahi aku kasih sayang-Mu
Dan saban hari pula aku mencaci maki diri-Mu
Setiap waktu Kau limpahi aku karunia-karunia-Mu
Dan setiap waktu pula aku berpaling dari-Mu

Wahai (yang kukira) Kekasih
Apatah pantas aku berlari dari-Mu
Apatah bisa aku bersembunyi dari-MU
Apatah mampu aku menghindar dari-Mu
Jika nanti Kau memanggilku
Perlakukan aku seperti kekasih-Mu
(meski hanya pura-pura)

Doha, 15 November 2009


Sumber : kumpulankaryapuisi.blogspot.com

Rabu, 20 November 2013

KERETA

KERETA
Mentari Media

sakitakaningatan-ingatanmasalalumu
adalahkereta di peronstasiun.
pergilalukembali.
lagidanlagi.

danakuialahbangkutunggu
di peronitu.
selalu di situ, menunggu
meskiberdebudanselaluditinggalkan.

Jakarta, 14 April, 2012


Sumber : kumpulankaryapuisi.blogspot.com

Rabu, 13 November 2013

Ke-Mahasesal-an

Ke-Mahasesal-an
Rudi Anwar Hasibuan

Kutitipkan salam buat rindu
Lewat angin sepoi malam sendu
Di bawah hamparan luas mata malam-Mu
Banyak sudah tertumpah tinta merah
’tika penaku catat sejarah
Aku ilalang yang terpanggang di padang
Andai aku Kau beri waktu
Akan kuburu surga-Mu!!

Pekanbaru, 23 Mei 2010


Sumber : kumpulankaryapuisi.blogspot.com

Rabu, 06 November 2013

Firman hujan | Adi Nugroho ****

1. Firman hujan

Sekiranya  kita simpan hujan
Tak ada jua yang melarang
Pun kusimpan senyummu
Masihkah ada yang berang

Hujan berfirman pada basah tanah angin mendesah

Jatuh cinta adalah ibadah yang sempurna
Disana ada malaikat yang berdoa
dengan rekah senyum Tuhan di kursinya

Hujan pun bersabda
Jatuh rindu itu, sengatan listrik yang menggelikan
Tak peduli sesaknya dada, apalagi senyum yang tak diundang
dengan tangan mendekap, denyut di dada

manalagi yang kau dustakan
maha benar hujan yang mengingatkanku padamu

rintik hujan mengetuk jendela
dan tengoklah drama gemuruh
dapatkah kau lihat manusia berpayung itu?


2. Aku!

Aku, aku bukan Chairil,
Dia yang ingin hidup seribu tahun lagi
Apalagi binatang jalang

Aku, jelas bukan Chairil.
Karena aku
Ingin mencintaimu lebih dari seribu tahun
Melewati batas usia dunia
Tak perlu menerjang
Hanya perlu merindu
Bagian jalan menyayangimu

Aku,
Yang tak menangis saat keluar dari rahim ibu
Tapi mengelu menyebut namamu


3. Pulang

Kecuali pulang, hendak kemanakah dirimu saat merasa ada yang hilang. Selain pulang, kearah manakah aku berhenti bertualang.
Kau dan aku mungkin juga hanyalah pertemuan tak sengaja saat memilih pulang. Biarkan semua berjalan tanpa penghalang. Kita berjalan saling menunjuk alamat pulang. Semoga kelak di antara kita datang menggandeng untuk sebuah rute baru dalam bertualang.
Kemanapun aku beranjak, dimanapun kamu berpijak, juga bagaimanapun kita berjejak, pulang adalah memeluk ingatan.  
Apabila air mata adalah cinta, maka tangisku adalah merindu wajah ibu lewat harihari yang berlalu. Dengan kata lain, tangisku pada dirimu hanyalah melafal sajak ibu menuju dekapanmu. Saat kau dan ibu menyatu dalam dingin, rumah ibu menjadi alamat pulang penuh ilalang kerinduan, rumahmu pun menjadi alamat pulang yang hendak tercatat dalam doa ibu.
Pulang, hanyalah jalan lurus. Membuatku terus menerus menghapus masa lalu. Menggerus kisahkisah rakus yang terserat arus. Aku tak ingin hangus, sebab itu aku kembali pada asal muasal segala ritus.
Pulang, lewati banyak simpang. Mengajarkanku hikmah cinta dari derita berulang. Merapikan kisah usang menjadi cemerlang. Aku ingin semuanya terang, sebab itulah simpang diciptakan. Ketika jalanjalan saling silang, aku memecah karang mencium elang yang terbang. Demikian aku kembali, kemanakah kau berlalu, tetap saja kita akan mengetuk satu pintu.
Aku datang, aku memerlukan pulang, demikianlah aku kembali ketika mulai banyak halang.
Aku datang, aku membayangkan pulang, demikianlah kiranya rindu semakin menggebu