small

Rabu, 26 Maret 2014

SKETSA KEMATIAN

SKETSA KEMATIAN
Rudi Setiawan

Kematian menunggu diujung jalan
Wajahnya memandangku menyeramkan
Kucoba untuk menghindar darinya
Namun kakiku semakin melangkah kesana

Sang maut bersembunyi disudut gelap
Menanti jiwaku datang terlelap
Kupaksa mataku untuk terus terjaga
Tetapi rasa kantukku semakin mendera

Kereta ajal melaju pasti
Menunggu rohku terkapar mati
Kuberlari di lorong-lorong harapan
Kepada siapa kuharapakan pertolongan ?

Liang kubur beraroma busuk
Mengundang jasadku terperangkap masuk
Kubersembunyi di dalam benteng yang kokoh
Dan maut menemukanku lalu menyeretku dengan gagah

“ Kullu Nafsin Dzaaiqatul Mauut “

Doha, 19 January 2010
http://oase.kompas.com/read/2010/02/16/21371676/Puisi-puisi.Rudi.Setiawan


Sumber : karyapuisi.com

Rabu, 19 Maret 2014

JANGAN LUPA BAWA MANTEL MALAM INI!

JANGAN LUPA BAWA MANTEL MALAM INI!
Arung Wardana

Jangan lupa bawa mantel malam ini
begitu juga malam berikutnya
dan malam-malam selanjutnya
yang akan kita rajut bersama
melalui gugusan bintang
untuk menantang asmara
yang sepatutnya datang
mengecap kata yang sempat tak terucap
kalau aku malam ini
akan tumbuh
jadi malaikat
kan menyelimuti malam

Bawa mantelku ke sini sayang
selimuti aku
jangan biarkan angin masuk
entah berantah mana yang akan menyerangku
tiba-tiba seperti aku
yang datang
tiba-tiba mencintaimu
kamu masih ingat hidangan kerinduan
yang tersaji lewat bakmi godok
kemudian kita aduk menjadi rindu
mungkin cuma aku
tapi cukup itu menjadi
tumbuh
tenggelam

Kemudian kamu bangunkan aku
melalui kelepak burung dara yang tersaji di rumah itu
itu menjadi sepi yang hampir sirna
dan merana
biarkan
aku tetap memakai mantel itu
dan kamu tetep menyelemutinya
tanpa menunggu cemas
dan cinta yang akan tumbuh
dalam hatimu
tanpa menunggu cemas
di antara lalu lalang
prawiriotaman dan sono sewu
pada bening
dalam hening
kamu sendiri lagi di sini
entah siapa yang kamu nanti
tak lama laki-laki itu datang
kamu cuma termangu
kamu cuma menyanyikan lagu jazz
sembari menatap jazz warna biru kesukaanmu
seolah memeluk harapan
kamu mendesis
seraya mengucap dusta yang manis
kapankah cinta dan kenangan
pertama kali tumbuh di hatimu
kenapa ingatan begitu rapuh
cinta mungkin sempurna
tapi asmara sering merana
ia tatap kamu
mendekat dan hangat
mencari-cari di mana helai rambutmu
ia pegang
kapan akhir percintaan
kamu terus berjalan
ketika jauh di ulu hatiku terasa sakit
andai aku bisa menjadi angin itu
akan kuhembuskan dalam kasihku
di antara kasihmu
di antara tamu berlalu lalang
ada resepisonis
dan ada para pelayan hotel
di antara kenanganku denganmu
yang berpangkal manis dan berujung getir

selimuti aku
tanpa usah
memikirkan akan tumbuh
sebuah nasib
yang kan datang
biarkan aku terus mengingatmu
dalam catatanku seperti
catatan sheakspeare

Selimuti aku tiba
karena dengan tiba
kamu akan kehilangan nasib
kehilangan catatn kaki
yang akan terus mengenang

jadi biarkan mantel itu
menyelimuti dengan caranya sendiri
please
tiba aku sendiri lagi
yang sebenarnya sudah pasrah
pada kisah
masa lalu

Yogyakarta, September 2012
http://oase.kompas.com/read/2012/10/25/15212810/Puisi-puisi.Arung.Wardana


Sumber : karyapuisi.com

Rabu, 12 Maret 2014

KEPADA JASADKU

KEPADA JASADKU
Rudi Setiawan

Jasadku,
engkau adalah sahabat sekaligus kekasihku
bersama kita arungi hidup yang fana
berenang dalam comberan waktu
mengais di sampah-sampah kehidupan

Jasadku
kala-ku senang kau pun bahagia
kala-ku sedih kau cucurkan air mata
kala-ku sakit kau pun menjerit
kala-ku resah kau menggigil gelisah

Jasadku
bila kau terluka akupun merana
bila kau terhina marahku melanda
bila kau menderita akupun sengsara
bila kau bahagia senangku tak terkira

Jasadku
suatu saat nanti kita pasti berpisah
akan kutinggalkan kau diranjang kematian
sendirian kau akan dilapukan oleh jaman
sementara aku akan terbang menuju kekekalan
entah kekekalan yang indah atau kekekalan yang menyakitkan.

Doha, 28 January 2010
http://oase.kompas.com/read/2010/02/16/21371676/Puisi-puisi.Rudi.Setiawan

Rabu, 05 Maret 2014

Jarak


Kau dan aku, hanyalah sisasisa perasaan. Dari percakapan bermula hingga akal lupa dimana kita berada. Setelah sekian lama mengalami ilusi, kita mencoba mengerti: memeluk hati cukuplah seperlunya. Masih ada harihari kita bisa dengarkan desah daun basah.
Helaihelai rumput tersipu, hujan bernyanyi sepi, mungkinkah terlalu yakin pada sendiri. Aku ragu, bisakah sejenak saja kita berbeda sapa. Aku takut, rasa kalut mengusik kesendirian kita. Sebab inilah kita yang memilih ilusi, dibanding sendiri sebagai sepi. Sebab aku belum mendefinisikan rindu, maka biarlah tak ada sudut pada percakapan kita. Biarkan begitu saja.
Bilapun aku harus berhenti mencintaimu dalam detik dan detak. Biarlah aku pergi, meninggalkanmu pelangi dan senja. Langit merah mega, kepakkepak malaikat memetik gitar sebagai pengiring pergiku. Sebab pergi itu pasti, anggaplah itu caraku mencintaimu. Mari kita mengenal rindu.
Kau pun beranjak, begitupula aku merangkai jejak. Melepaskan halhal tak masuk akal, seperti selalu ada dan bersama. Seolah sudah cukup kita larut. Kuntumkuntum kesepian yang dulu dipetik, kini mulai tumbuh dan dibiarkan merekah. Kita pun mengenal sepi di antara wewangi perkara hati. Meski telah aku tuliskan di kulit hujan, kesepian adalah sudut terujung dari nestapa. Tapilah hidup tanpa sepipun, kurasakan jua, layaknya luka di tanah surga: tak sempat kurasakan sungai susunya.
Sejak rambutmu terurai melambailambai pergi, menyentuh wajah langit, kesendirian mulai menarinari selimutkan sepi. Aku berjalanjalan dengan dada menyalanyala, bertabuhtabuh mengusir sekawanan merpati. Akhirnya kita pun sudah berjarak. Sebab kita percaya,  sejauh manakah rasa setia terkecuali ada jarak mengepak. Seperti apakah kau menjaga namaku di ruang tanpa diriku.
Dan biarlah jarak mengajarkan cinta. Dengan siapa kita mendapatkan nama. Bukankah dulu begitu kita bisa bersama. Saat tak saling sapa karena jarak, sampai kini kau melekat dihatiku tanpa sekat.
Apapun itu, dari jarak ini aku mulai mengenal rindu. Rasanya yang sendu membuatku penuh rasa ingin menunggu. Meski harus kupahami, rinduku ini, rindu sembilu, seperti layanglayang melayang lepas dari pemiliknya, terhempas angin tak berarah. Entahlah, sampai dimana aku, adakah yang menyentuh benangku, jatuh pada basah tanah, atau malah tersangkut pada rantingranting kering. Tapi itulah rinduku
Aku merindukanmu pada jarakjarak yang tak mudah ditebak, meski harus tersentak pada waktu yang tak berdetak. Semoga kau tak beranjak dari namaku.
Aku mencintaimu diantara jarakjarak yang terselip jejak kita dahulu, walau terhentak tempat yang tak terungkap. Semoga kau masih sediakan rumah untukku di hatimu.

ijonkmuhammad.tumblr.com