small

Tampilkan postingan dengan label pulang. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label pulang. Tampilkan semua postingan

Rabu, 06 November 2013

Firman hujan | Adi Nugroho ****

1. Firman hujan

Sekiranya  kita simpan hujan
Tak ada jua yang melarang
Pun kusimpan senyummu
Masihkah ada yang berang

Hujan berfirman pada basah tanah angin mendesah

Jatuh cinta adalah ibadah yang sempurna
Disana ada malaikat yang berdoa
dengan rekah senyum Tuhan di kursinya

Hujan pun bersabda
Jatuh rindu itu, sengatan listrik yang menggelikan
Tak peduli sesaknya dada, apalagi senyum yang tak diundang
dengan tangan mendekap, denyut di dada

manalagi yang kau dustakan
maha benar hujan yang mengingatkanku padamu

rintik hujan mengetuk jendela
dan tengoklah drama gemuruh
dapatkah kau lihat manusia berpayung itu?


2. Aku!

Aku, aku bukan Chairil,
Dia yang ingin hidup seribu tahun lagi
Apalagi binatang jalang

Aku, jelas bukan Chairil.
Karena aku
Ingin mencintaimu lebih dari seribu tahun
Melewati batas usia dunia
Tak perlu menerjang
Hanya perlu merindu
Bagian jalan menyayangimu

Aku,
Yang tak menangis saat keluar dari rahim ibu
Tapi mengelu menyebut namamu


3. Pulang

Kecuali pulang, hendak kemanakah dirimu saat merasa ada yang hilang. Selain pulang, kearah manakah aku berhenti bertualang.
Kau dan aku mungkin juga hanyalah pertemuan tak sengaja saat memilih pulang. Biarkan semua berjalan tanpa penghalang. Kita berjalan saling menunjuk alamat pulang. Semoga kelak di antara kita datang menggandeng untuk sebuah rute baru dalam bertualang.
Kemanapun aku beranjak, dimanapun kamu berpijak, juga bagaimanapun kita berjejak, pulang adalah memeluk ingatan.  
Apabila air mata adalah cinta, maka tangisku adalah merindu wajah ibu lewat harihari yang berlalu. Dengan kata lain, tangisku pada dirimu hanyalah melafal sajak ibu menuju dekapanmu. Saat kau dan ibu menyatu dalam dingin, rumah ibu menjadi alamat pulang penuh ilalang kerinduan, rumahmu pun menjadi alamat pulang yang hendak tercatat dalam doa ibu.
Pulang, hanyalah jalan lurus. Membuatku terus menerus menghapus masa lalu. Menggerus kisahkisah rakus yang terserat arus. Aku tak ingin hangus, sebab itu aku kembali pada asal muasal segala ritus.
Pulang, lewati banyak simpang. Mengajarkanku hikmah cinta dari derita berulang. Merapikan kisah usang menjadi cemerlang. Aku ingin semuanya terang, sebab itulah simpang diciptakan. Ketika jalanjalan saling silang, aku memecah karang mencium elang yang terbang. Demikian aku kembali, kemanakah kau berlalu, tetap saja kita akan mengetuk satu pintu.
Aku datang, aku memerlukan pulang, demikianlah aku kembali ketika mulai banyak halang.
Aku datang, aku membayangkan pulang, demikianlah kiranya rindu semakin menggebu

Minggu, 05 Mei 2013

Cintaku Tak Ingat Pulang

gambar: facebook.com




Cintaku Tak Ingat Pulang


Tak ada lagi yang mengetuk pintu. Tak usah kau tunggu, menanti. Sementara aku bukan sekadar terlambat pulang, tapi lupa jalanan yang biasa dilalui denganmu, yang menderu itu. Resahku begitu tersesat namun sahaja cinta yakin kemana menuju. Tau yang kumau.

Ia hanya tak ingin pulang kerumah dimana kau menunggu gelisah.



Jakarta, 25 February 2011
@mentarimeida




Tamat

Ketika kita tinggal memori,

tak perlu ada lagi penantian tak berbatas waktu yang kau tunggu meski kau bisa, selain ajal. Pintu kututup rapat sudah. Mengintip pun angin tak kuasa. Pengap memang. Tapi hati yang lama terpenjara bernafas lega, akhirnya tak risau dikerubung gema pertanyaan yang tak pernah berujung pada jawab. Lagu mana yang harus diputar, mengantarkan engkau pulang. Aku tak pernah diajarkan, mungkin seharusnya menjadi kebiasaan masa depan, menyiapkan kata perpisahan atau surat untuk dikirimkan. Tak kubuat juga puisi mengiris hati. Sudah cukup semua. Bahkan kita tak perlu kata pengantar. Tamat.


Bekasi, 19 Februari 2011

@mentarimeida




Tamu


ada yang datang (lagi)
mengetuk pintu
menerbitkan riak di perutku
ini rindu

ada yang hadir
di ruang tamu
dalam hatiku
kamu.


Bekasi, 12 Februari 2011

@mentarimeida




Tidak Lelahkah Kau

: Shanti Hapsari


telah kutanyakan padamu
tidak lelahkah kau
menjadi pokok berbunga
yang setia mematung saja
di tepi jalan sepi itu
menanti pengembara yang berjalan
setiap hari di sana
tanpa memandang kembangmu
karena ia lurus saja mencari
matahari yang jelas bersinar
sementara ranting-rantingmu
serupa jari-jari berdoa

meski sudah kau palangi gerbangmu
dan pintumu pun kau kunci
ia menyelinap kedalam mimpimu
lewat lubang galian pencuri*

tidakkah baiknya kau
mempusarai saja mimpi
lalu tetap terjaga
letihlah, sayang,
menjadi rumput yang diam-diam
memandangi punggung langit
cari saja embun
yang membasuh tiap lukamu
setia hingga pagi
atau serangga yang senang hinggap
membuatmu tertawa hingga petang

pada saat mentari terbenam, awan berarak bagai bendera
aku pun mulai merenung:
apa pula makna mencintai seseorang yang di luar raih tanganku ini**



Bekasi, 22 Januari 2011

@mentarimeida




Rendevous - Cintamu di Jogjakarta


Barangkali aku bayi yang baru lahir dari rahim dunia
Masih buta, masih meraba
Jadi, jangan kau tanya tentang cinta

Cintamu yang abadi di Jogjakarta,
Telah tiada
Ini Jakarta!
Jangan kau harap bayang-bayangnya menjelma padaku
Besok pagi ketika mataku menatap cahaya,
lalu kau bilang cinta selamanya

Pertemuan kita sederhana, tiba-tiba
Aku masih mengais mencari susu di payudara ibuku
Bukan kupu-kupu yang rekah dari kepompongnya
Lalu terbang sendiri, tergesa

Mataku baru hendak menatap dunia
Masih hendak berkelana
Jangan kau tawarkan cinta
Membelenggu kakiku yang bahkan baru hendak merangkak

Mengapa kau tak kembali saja
Ke makamnya, mencari jasadnya
Mungkin esok senja mampu kau temukan jiwanya
Yang mencintaimu segenap raga

Pertemuan kita biasa saja
Tidak ada gejala yang mampu menimbulkan cinta
Pulanglah...
Malam sudah tiba
Ini Jakarta
Aku masih ingin terlelap dalam hangat
dekapan dada ibuku



15 Maret 2009

@mentarimeida



Sumber: perempuanbulanmei.blogspot.com